friendshit!
“jadi.. mau ngomongin
apa, Bel?”
“uumm.. apa ya?”
“kok, apa ya? Kan lo
yang ngajakin”
Huh, aku bingung mau
ngomongin apa lagi sama Aga. Udah sering banget kita berdua ada di situasi
kayak gini: duduk berdua di starbucks sambil ngobrolin hal-hal kecil, kadang
yang gak penting. Bukan, aku bukan lagi ngedate sama Aga. Aku disini karena
Kenya, pacarnya Aga + sahabatku sejak SD lagi ngedate sama cowok lain. Namanya
Gio, eh bukan… Gani, atau Geri, ya? Ah, ya , pokoknya itu deh. Kenya kebanyakan
cowok, sih. Aku sampai lupa yang mana gebetan barunya. Dan, aku tahu kalau
nemenin Aga disini supaya Kenya bisa ngedate sama cowok lain tanpa ke gap sama Aga itu salah banget, sama aja
aku nyakitin Aga juga. Tapi ini Kenya yang minta. Kenya kan sahabatku. Eh,
sahabat?
“gimana,
Bel? Udah inget mau ngomong apa?” tanya Aga lagi. Aduh, Aga ini baik banget.
udah hampir satu jam kita diem-dieman, tapi dia masih sabar nungguin aku nyari
bahan obrolan. Senyum juga gak pernah lepas dari wajahnya. Aku, jadi merasa
bersalah…
“iya
udah, udah kok” jawabku cepat. “hhmm.. gini, lo kan jago banget main saxophone.
Gue tertarik pengen belajar juga. Lo bisa gak, kapan-kapan ajarin gue?”
kata-kata itu tiba-tiba saja terlitas di otakku. Padahal aku gak minat belajar
saxophone sama sekali.
“oh,
itu.. kirain apaan” Aga tertawa kecil. “boleh banget lah, ntar kalau gue lagi free gue kabarin lo, ya? Oh ya,
ngomongin soal saxophone…” dari situ obrolan kita soal saxophone mulai
memanjang. Dari soal pemainnya sampai komunitas-komunitasnya. Akhirnya, ‘misi’ku
berhasil.
*
Aku
masih gak habis pikir. Kenapa setelah punya Aga yang nyaris perfect dan idaman
semua cewek di sekolah, Kenya masih aja nyari cowok lain. Padahal apa kurangnya
Aga? Kapten basket, anak band yang bisa mainin hampir semua alat musik, sering
jadi juara umum, anak orang kaya tapi gak sombong, dan kalau soal ganteng,
jangan ditanya lagi. Kalau diibaratkan boneka, Aga itu Ken pacarnya Barbie.
Ganteng, tinggi, atletis, semuanya lengkap.
Tapi Kenya juga memang
cantik dan langsing persis boneka Barbie, modis, populer, anggota tim cheers,
perfect juga. Gak aneh kalau banyak banget cowok yang ngantri jadi pacarnya
Kenya, sekalipun Kenya udah punya pacar. Ya, kayak sekarang ini. Ada cowok yang
lagi PDKTan sama Kenya, yang namanya.. namanya.. Gio, Gani, atau Geri, ya?
“Abeell sayang..!!” seru
Kenya berseri-seri sambil memelukku.
“kenapa sih? Seneng
banget kayaknya” aku menanggapinya datar sambil terus membaca novel Adriana
yang kemarin dipinjamkan Aga.
“seneng dong!! Gue kan
baru.. jadian.!!!” Senyum berseri-seri kembali terkembang di wajah Kenya.
“jadian? Lo kan udah
punya Aga” harusnya aku gak kaget. Bukan pertama kalinya Kenya kayak gini. “Kok
lo jadian lagi sama.. siapa namanya? Gio, ya?”
“bukan Gio, lo salah
denger. Genta, namanya Genta, temen SMP kita dulu, anak XI IPS 4.” Kenya
membenarkan.
Genta? Kali ini aku gak
mungkin salah dengar. Kenya baru aja jadian sama Genta, Genta, Genta!! Arrggh…
“Ge.. Genta? Kok bisa
sama dia?”
“abis, Genta ganteng
banget, cool, tajir, terus romantis banget lagi. Dia suka banget sama gue, mana
bisa gue nolak cowok yang kayak gitu coba”
“tapi, kan lo tahu
kalau gue…” aku menunjuk diri sendiri.
“suka sama Genta sejak
SMP? Gue tahu, tapi… wake up, Abel!!
Genta itu sukanya sama gue. Kenal sama lo aja enggak. Jadi sementara lo masih
belum berani kenalan sama Genta, gue dulu yang pacaran sama dia, oke?”
Aku gak percaya. Kenya
bisa setega itu. Dia tahu banget kalau sejak SMP aku suka banget sama Genta,
Genta cinta pertamaku. Tapi, sekarang dia jadian sama Genta!! Tanpa merasa
bersalah sama sekali, tanpa peduli sama perasaanku, sahabatnya sendiri.
“gue latihan cheers
dulu ya, Bel. Ntar kita pulang bareng, ya” Kenya meninggalkanku ke luar kelas.
aku cuma bisa terdiam, sambil menahan air mata.
*
Genta itu cinta
pertamaku. Aku, Genta, dan Kenya pernah duduk di sekolah dan kelas yang sama
saat SMP. Genta pintar, dia dan aku dulu masuk di klub sains yang sama. Genta
ganteng banget, aku paling suka saat melihatnya tersenyum dengan kawat gigi
menghiasi giginya. Genta hobi olahraga, aku tahu dia selalu dapat nilai
tertinggi saat pelajaran olahraga. Genta baik, aku pernah dia tolong saat
buku-buku yang kubawa jatuh. Genta… sekarang jadi milik Kenya, sahabatku.
Sejak dulu Kenya tahu
betapa aku tergila-gila sama Genta. Aku sering curhat tentang Genta, jadi
secret admirernya Genta, semua yang aku rasakan sama Genta, Kenya pasti tahu.
Ya, dia tahu. Dan kenapa Kenya tega jadian sama Genta sedangkan dia tahu kalau sahabatnya ini jatuh hati
mati-matian sama Genta?
Aku tahu kalau aku gak
secantik dan sepopuler Kenya. Aku cuma cewek biasa anggota KIR yang kutu buku
dan hobinya ke perpustakaan. Rambutku yang lurus hitam sebahu, nggak lebih
bagus dibanding rambut panjang Kenya yang selalu terlihat cantik berkat catokan
andalannya. Baju-bajuku gak lebih bagus dari baju-baju modis dan brandednya
Kenya. Tapi kalau soal otak, otakku lebih ‘branded’ dari otak Kenya. Kenya yang
malas mengerjakan tugas, biasanya memohon-mohon padaku agar aku mau membuatkan
tugas atau PRnya. Aku mau, karena dia sahabatku. Tapi, belakangan ini aku
merasa kalau Kenya selama ini memanfaatkanku untuk mengerjakan semua tugas dan
PRnya. Hhmm..
Semua murid di kelas
tadi diberikan masing-masing seekor katak untuk jadi bahan percobaan, dan
hasilnya dikumpul besok. Aku tahu, sebentar lagi Kenya bakal bilang…
“Bel, gue boleh minta
tolong, gak?”
“minta tolong apa?”
“tolong kerjain tugas
percobaan Biologi gue, ya? Soalnya gue sibuk banget, nih. Pulang sekolah gue
harus ke salon, shopping bentar, terus dinner deh, sama Genta” kata Kenya
sambil membawa seekor katak dalam kotak transparan dengan ujung jarinya,
mungkin karena merasa jijik sama kataknya.
“Tapi, Ken.. gue juga
banyak kerjaan lain. Gue juga harus ngerjain tugas gue sendiri”
“Abeell.. lo kan
sahabat gue sejak SD. Masa lo gak mau nolongin sahabat lo yang lagi butuh
bantuan ini, sih?” pinta Kenya sekali lagi sambil memelas. Sial, kenapa aku
selalu gak tega nolak semua permintaan Kenya?
“iya deh, sini
kataknya” aku mengambil kotak berisi katak itu dengan hati-hati. Karena jujur,
sebenarnya aku takut banget sama katak.
“makasih ya, Bel! Lo
itu memang sahabat gue banget” Kenya mencubit pipiku, lalu berjalan ke arah
pintu keluar kelas. tapi tiba-tiba berbalik kebelakang sambil melihatku.
“oh ya, satu lagi,
Bel..”
“apa lagi?”
“nanti ajakin Aga jalan
lagi, ya? Gue gak mau Aga tahu kalau gue mau ngedate sama Genta, oke?”
“hah? Lagi?”
*
Aku -dan kedua kotak
berisi katak yang kubawa dengan kedua tanganku- berjalan di belakang Kenya dan
Aga yang lagi bergandengan mesra. Huh.. pasangan yang satu ini gak punya
perasaan banget. Serasa dunia kayak rumah mereka sendiri, yang lain ngontrak,
dan aku… jadi pembantunya.
Sampai di depan pagar
sekolah, Kenya menghentikan langkahnya.
“sayang, aku pulang
sendiri aja, ya? Aku masih mau ngerjain tugas di rumah” kata Kenya, manis.
Bohong banget, tadi dia bilang pulang sekolah mau langsung nyalon.
“loh, kok sendiri? Aku
bisa nganter kamu sampai rumah, kok. Kalau perlu, aku bisa bantuin kamu
ngerjain tugas” Aga menawarkan.
“gak papa, aku bisa
pulang sendiri kok. Bentar lagi supir aku jemput. Mendingan kamu bantuin Abel
ngerjain tugas percobaan belah katak. Kasian tahu, Abel kan phobia sama katak” jawab Kenya. Udah
tahu aku phobia katak, kenapa dia malah nyuruh aku buat ngerjain percobaannya
juga?
“mendingan kamu jalan
sama dia aja, sekarang”
Apa? Sekarang?
Aku langsung menarik
tangan Kenya dan berbisik ke telinganya. “kok sekarang, sih? Bukannya gue jalan
sama Aga nanti malem? Pas lo lagi dinner sama Genta”
“gue mau jalan sama
Gentanya sekarang, Abel. Genta mau nemenin gue nyalon sama shopping. Gue gak
mau ngambil resiko kalau-kalau Aga tiba-tiba jalan ke mall, terus ngeliat gue
sama Genta”
“terus, lo mau
ngorbanin gue gitu?”
“gak ngorbanin, tapi
minta bantuan” sangah Kenya sambil menarik tanganku dan berjalan menghampiri
Aga. “ayo, kalian berdua cepetan jalan. Biar tugasnya cepet selesai”
“ya udah, Bel. Kita ke
parkiran, yuk?”
*
Di dalam mobil Aga yang
tertata rapi dengan aroma jeruk dari pengharum mobil, aku mulai berpikir, apa
aku harus jujur sama Aga? Tentang Kenya, tentang ‘cowok-cowoknya’ Kenya selain
Aga, dan tentang semua kebohongan Kenya. Tapi kalau aku jujur, Kenya pasti
marah besar dan gak pernah mau kenal aku lagi.
Aku menatap Aga yang
ada di sampingku sambil menyetir mobil. Wajahnya tenang sambil sesekali
bersenandung kecil mengikuti alunan lagu dari audio player dalam mobilnya.
Kalau aku diam terus kayak gini, sama artinya aku terus nyakitin Aga juga. Aku
bingung…
Aku dan Aga sampai di
depan rumahku. Aga benar-benar mau membantuku membelah katak-katak tanpa dosa
tapi menyeramkan itu untuk tugas biologiku.. dan Kenya.
Semua proses pembelahan
katak seratus persen Aga yang mengerjakan. Aku yang ketakutan Cuma bisa
berlindung di belakang Aga sambil menulis apapun yang Aga katakan tentang katak
itu. Aku tahu Aga pintar, jadi dia gak mungkin salah menyebutkan nama organ
tubuh katak itu.
Aga tertawa melihatku
yang ketakutan berhadapan dengan katak dan hanya bisa berlindung di belakang
punggungnya. “beneran takut sama katak, nih?” Aga menyodorkan katak sialan itu
ke arahku. Spontan, aku lari menghidar.
“kalau bohongan, gue
gak mungkin lari kayak gini”
Aga menyimpan katak itu
kembali ke kotaknya. “lucu, ya?”
Aku langsung
menghampiri Aga. “apanya yang lucu? Kataknya? Apa karena gue ketakutan?”
“bukan, tapi…kita”
jawab Aga.
“kita?” aku mengerutkan
kening, tanda gak mengerti.
“iya, kita. Gue jadian
sama Kenya, tapi lebih sering ‘ngedate’ sama lo. Lo bahkan lebih tahu gue
ketimbang Kenya. Saat gue butuh tempat buat cerita, Cuma lo yang selalu ada dan
siap buat gue” Aga makin menatap mataku dalam-dalam. “makasih buat semuanya,
Bel”
Aku membalas senyuman
Aga. Kata-kata Aga tadi membuatku jadi
yakin, kalau aku harus jujur sama Aga, secepatnya.
Tiba-tiba, Aga mengelus
rambutku sambil menatap mataku dan tersenyum. Aku membeku. Dari sorot matanya,
aku tahu dia bukan lagi Aga yang aku kenal. Ada yang berubah. Dan… jantungku
jadi berdebar saat menyadarinya.
*
Malam ini, aku mengajak
Aga ke sebuah restoran italia mewah di dekat rumah Genta. Ini restoran favorit
Genta, dan malam ini Kenya dan Genta ada disini untuk dinner. Biarlah, Aga
harus tahu sekarang.
“apapun yang lo lihat
nanti, lo harus ngerti kalau gue lakuin semua ini buat kebaikan lo, dan Kenya
juga. Maaf ya…” kataku pelan. Aga kayaknya gak ngerti maksud dari omonganku
itu. Sampai, dia akhirnya melihat apa yang harusnya dia lihat dari dulu.
“itu Kenya?” kata Aga,
lirih. Di ujung sana terlihat Kenya dan Genta duduk berhadapan sambil saling
memberikan suapan. Wajah mereka kelihatan bahagia banget. berbanding terbalik
dengan ekspresi di wajah Aga. “itu.. itu Genta, kan?”
“iya, itu Genta. Genta
gue” jawabku. Disini, bukan cuma Aga yang sakit, aku juga..
Aga langsung menarikku
berjalan ke luar restoran dan langsung mengajakku pulang. Hampir setengah
perjalanan dia habiskan dengan diam. Sampai aku yang memulai bicara.
“Ga, maaf ya kalau gue
udah bikin lo jadi sakit hati gini. Tapi gue harus bilang, kalau selama ini gue
ngajak lo jalan, nemenin lo, atau bantuin lo, itu semua karena Kenya yang
minta. Supaya gue bisa ngalihin perhatian lo, dan Kenya bisa jalan sama.. sama cowoknya
yang lain. Maaf ya, Ga” aku mulai menceritakan semua tentang pacar-pacar Kenya
selain Aga.
“gue nggak ngerti apa
yang ada di pikirannya Kenya. Selama ini dia duain, tigain, empatin gue!!
Padahal gue selalu ada buat dia” keluh Aga. “dan sekarang dia sama Genta.
Padahal dia sering cerita kalau lo suka banget sama Genta. Iya, kan?”
Aku menarik napas
panjang. “iya, gue suka banget sama Genta, Ga.. tapi gue juga tahu diri. Gue
gak mungkin bisa nyaingin Kenya yang perfect itu. Gue gak punya kelebihan”
“gak gitu, Bel. Gue
tahu kalau selama ini lo selalu bantuin Kenya dalam hal apapun. Ngerjain semua
tugas dan PRnya, bantuin dia bawain barang pas shopping, sampai bantuin dia
supaya bisa jalan sama cowok-cowoknya yang lain tanpa gue tahu. Lo itu baik
banget, gue tahu lo lakuin semua ini karena Kenya sahabat lo. Bilang sama
Kenya, kalau dia gak bisa nyuruh lo seenaknya”
Aku Cuma bisa diam.
Sepenuhnya apa yang Aga katakan itu bener banget.
“kalau dia beneran
sayang sama gue, dia gak bakal nyakitin gue kayak gini. Sama. Kalau dia juga
sahabat lo, dia gak mungkin nyakitin lo kayak gini”
“besok gue putusin dia”
*
“maksud lo apaan, sih?
Ngapain ngajak Aga tempat dinner gue sama Genta? Biar Aga tahu kalau gue
ngedate sama Genta? Jawab!!” bentak Kenya kepadaku, di depan semua anak di
kelas. Aku yakin, tadi pagi Aga udah cerita semuanya ke Kenya.
“gue Cuma ngelakuin apa
yang menurut gue bener aja, kok”
“yang bener? Iya,
sekarang gue diputusin Aga!! Puas, lo!! Ini kan yang lo mau, ngehancurin
reputasi gue? Dasar penghianat!!” kemarahan Kenya makin menjadi-jadi.
Aku udah habis
kesabaran. Aga bener, aku gak bisa diam terus. Harus bilang. “cukup ya, Ken.
Gue udah capek sama lo! Selama kita kenal, lo gak pernah nganggap gue sahabat
kan? Lo Cuma manfaatin gue saat lo butuh. Ngerjain PRlah, bikin tugas lah,
bawain barang lah, semuanya harus gue yang bantu. Lo gak pernah ngerti perasaan
gue, gak pernah peduli sama gue. Lo tetep ngasih tugas lo ke gue tanpa peduli
gue phobia kodok dan yang terparah, lo tetep jadian sama Genta tanpa peduli
kalau gue sayang banget sama Genta. Lo jahat, Ken!”
“gue bukan sahabat lo,
gue cuma asisten lo! Karena kalau lo sahabat gue, lo nggak mungkin nyakitin gue
kayak gini..”
“gue pergi, Ken..” aku
berjalan keluar kelas, meninggalkan Kenya berdiri mematung tanpa berkata
apapun.
*
2 minggu setelah pertengkaran hebatku dengan
Kenya, kami masih saling diam. Duduk di bangku yang berjauhan walaupun kami ada
dalam satu kelas. Menjauh dari Kenya yang level kepopulerannya lebih dariku
memang akan lebih baik. Oh ya, satu lagi. Sejak putus dari Kenya, Aga malah
lebih sering ngajak aku jalan, oh, mungkin kali ini aku bisa bilang ‘ngedate’
“gimana rasanya ngedate ‘beneran’ sama gue? Seru, kan?” tanya Aga saat kita
berdua duduk di sebuah café dekat sekolah.
“hhmm.. lumayan lah.
Tapi lebih seru waktu acara belah katak, sih. Lebih ekstrim” aku menjawab
sambil tertawa.
“sadis juga ya, lo
hahaha..” Aga tertawa kecil, tapi tawanya perlahan hilang dan ekspresi wajahnya
jadi serius. “lo sadar gak, sih? Selama ini kita temenan, deket, ngobrol,
ketawa-ketawa, cerita-cerita kayak gini. Nyambung banget, ada chemistrynya”
“iya sih, terus?”
“gak ada niat buat
lebih jauh?”
“maksudnya?”
“upgrade status. Dari
‘temenan’ jadi.. ‘pacaran’. Mau?”
“kalau lo mau… gue mau”
“jadi resmi ya, kita
jadian sekarang” Aga tersenyum lebar. Aku menjawabnya dengan anggukan sambil
tersenyum.
*
Hari ini Aga janji
bakal datang ke rumahku setelah selesai latihan band. Kita berdua mau ngedate,
tapi di rumah aja sambil nonton DVD.
Bel rumahku berbunyi,
pasti itu Aga. Aku semangat membukakan pintu. Dan ternyata yang datang bukan
Aga, tapi… Kenya!!
“Kenya?”
Tanpa basa-basi, Kenya
langsung memelukku erat. “Abel, maafin gue, ya? Gue sadar selama ini gue salah
banyak sama lo. Cuma manfaatin lo, gak pernah peduliin perasaan lo, gue egois
banget, gue jahat Bel!!” tangis Kenya mulai pecah. “gue juga udah putus sama
Genta, karena kalau sama Genta, gue inget sama lo terus”
“Kenya, sebenernya gue
udah maafin lo dari dulu. Gue menghindar karena gue agak minder sama temen-temen
baru lo yang populer itu. Dan kalau lo mau, lo bisa pacaran sama Genta, gue gak
papa. Gue kan udah punya Aga”
“Bel, lo gak perlu
minder sama temen-temen baru gue. Lo tetep sahabat terbaik gue, kok. Dan mulai
detik ini gue janji kalau gue akan memperlakukan lo sebagai sahabat, beneran
sahabat, my bestie” Kenya tersenyum. Aku dan Kenya berpelukan sambil tertawa.
“oke, kita udah
baikkan. Terus, acara kita selanjutnya apa nih?”
“hhmm.. nonton DVD!!
Yuk, masuk ke dalem. Kita nonton DVD sepuasnya!!” aku menggandeng tangan Kenya
ke dalam rumah.
Selesai.