Sep 26, 2013

cerpen: Till The Heaven Stops The Rain

Till The Heaven Stops The Rain
Oleh: Ayu Indira Dewayani


Bandung, 9  mei 2013
waktu hujan turun …
di sudut gelap mataku…
begitu derasnya…
kan ku coba bertahan…
(Sheila on 7 – hujan turun)

Hujan deras baru saja mengguyur kota kembang. Masih terasa aroma tanah yang basah dan buliran air di atas daun yang terkena guyuran hujan. Mall, tetap menunjukan identitasnya sebagai pusat keramaian. Siang ini, Gramedia PVJ terbilang cukup ramai. Walaupun diluar  langit masih tampak kelabu dan tak lama lagi sepertinya hujan akan kembali turun.
Di antara kerumunan pengunjung, Afri terlihat masih kebingungan memilah-milih buku. Di antara deretan novel-novel Dee Lestari, Christian Simamora, Winna Efendi, Dhony Dhirgantoro, sampai Raditya Dika, akhirnya dia menemukan buku incarannya. Buku berjudul ‘Refrain’ itu akan dia jadikan kado untuk Anggis, teman kuliahnya yang besok berulang tahun
Buku itu tinggal tersisa satu di rak, Afri segera mengambil buku itu. Di saat bersamaaan, tangannya bersentuhan dengan tangan lainnya yang juga menginginkan buku itu. Tangan  dengan kulit yang halus dan bercahaya. jam tangan berwarna coklat muda  melingkar di pergelangannya.
“sorry..” kata Afri dan si ‘pemilik tangan’ itu bersamaan. Afri melihat ke arah orang yang ada disebelahnya kini. Seorang gadis cantik dengan rambut panjang sebahu dan senyum yang seteduh senja, dialah yang tangannya bersentuhan dengan Afri tadi.
“lo mau ambil buku ini? Buat lo aja” Afri memberikan buku itu.
“gak papa, buat kamu aja. Kamu kan yang duluan” jawab gadis itu ramah, senyumnya indah
“gak papa, gue juga gak butuh-butuh banget buku ini kok. Ini Cuma buat kado doang. Kayaknya lo lebih butuh buku ini, ya?” Gadis itu akhirnya menerima buku dari tangan Afri sambil tersenyum dan mengucapkan terima kasih
“oh,iya. Afri..” Afri mengulurkan tangannya
“Almira..” gadis yang ternyata bernama Almira itu membalas uluran tangan Afri. “ya udah, aku duluan ya” Afri menjawab dengan senyumannya sedangkan  Almira segera berjalan meninggalkan Afri dan menghilang di antara keramaian. Almira… dia cantik. Itu saja kesan yang timbul di pikiran Afri.
Buku untuk kado ulang tahun Anggis sudah Afri dapatkan. Tak sesuai keinginan Anggis memang, karena buku yang Anggis minta sudah Afri berikan pada Almira. Tapi mungkin buku ini tetap bisa membuat Anggis yang seorang ‘book addict’ itu kegirangan. Afri melangkah keluar Gramedia. Benar dugaannya, hujan turun lagi bahkan lebih deras. Saat hujan seperti ini tentu bukan waktu yang bagus untuk pengendara motor sepertinya pulang ke rumah. Jadi dia putuskan untuk menunggu hujan reda di depan sebuah restoran siap saji.
Saat sedang asyik memandangi rintik-rintik hujan, seseorang ikut berdiri di seebelah Afri sambil ikut memandangi rintik hujan.
“Almira?” Afri terlihat kaget. Gadis yang berdiri disampingnya ternyata Almira. Almira yang sama dengan yang dia temui di Gramedia tadi.
“Afri, kan?” Almira menerka-nerka. “lagi nungguin hujan berhenti juga, ya?”
“iya, gue bawa motor. Belum bisa pulang kalau masih hujan kayak gini” jawab Afri. Almira mengangguk pelan, tanda mengerti. Keduanya kembali sibuk dalam aktifitas memandangi rintik hujan lagi. Tak lama, lagu ‘orang ke 3’ milik Hivi! Mengalun lembut dari mulut Almira. Afri seketika terpesona dengan suara lembut Almira.
“suaranya bagus” kata Afri sambil tersenyum ke arah Almira. “pasti pernah jadi penyanyi, ya?”
Dipuji seperti itu, Almira Cuma bisa tersipu malu. “ah, bisa aja nih. Aku sebenernya gak bisa nyanyi, Cuma nyanyi-nyanyi iseng aja”
“suka lagunya hivi! ?”
Almira mengangguk. “banget. Kalau kamu?”
“sama, gue juga suka banget” jawab Afri. Dari sana, obrolan mereka mulai memanjang. Dari musiknya Hivi! dan Maliq & D’Essentials yang easy listening, lagu-lagunya Bruno Mars yang sedang nge-trend di kalangan ABG, buku-bukunya Raditya Dika yang tak akan pernah bosan dibaca sampai puluhan kali, tentang buku 5 cm yang jadi buku favorit mereka sepanjang masa, sampai ngomongin stand up comedy yang sekarang sedang happening. Semua hal bisa jadi topik obrolan mereka. Lucu, bagaimana dua orang yang baru saling mengenal 1 jam yang lalu bisa mengobrol seakrab ini.
Dan tanpa terasa, hujan telah reda. Obrolan mereka harus terhenti, dan masing-masing dari mereka mulai meninggalkan tempat mereka berdiri untuk pulang. Tapi obrolan tadi, begitu membekas di pikiran Afri…
*

Bandung, 10 mei 2013
Kurasa ku tlah jatuh cinta..
Pada pandangan yang pertama..
Sulit bagiku untuk bisa..
Berhenti mengagumi dirinya..
              (Ran - pandangan pertama)

“ jadi lo udah falling in love banget sama cewek yang kemarin lo temuin di Gramedia, siapa tadi namanya?” Tanya Anggis sambil memotong red velvet cake yang menjadi kue ulang tahunnya. Afri tadi baru saja bercerita banyak tentang pertemuannya dengan Almira kemarin.
“Almira” Afri membenarkan. “baru kali ini gue ngalamin adegan klasik yang biasa ada di film-film romance. Gue dan dia sama-sama mau ngambil buku yang sama, tangan kita bersentuhan, dan gue langsung jatuh cinta sama dia pada pandangan pertama. Love at first sight gitu”
“itu namanya sih, lo nya kebanyakan nonton drama. Jadi lebay gitu, deh. Terus lo udah sempet ngobrol sama dia?”
“udah, pas lagi nungguin hujan reda. Kita ngobrolin banyak hal, dan gue ngerasa nyambung banget sama dia.” Afri menerawang. Mengingat kejadian siang kemarin.
“Terus lo udah minta nomor telepon atau pin BBnya?”
Afri menepuk jidatnya. “astaga, Gis. Gue lupa gak minta nomor telepon sama pin BBnya. Waduh, gimana gue bisa ketemu dia lagi?”
“lagian lo sih, bisa-bisanya lupa sama yang kayak gitu. hhmm.. gini aja, kita pake metode yang sama kayak di film-film. Nanti malem lo dateng lagi ke Gramedia. Kalau lo ketemu dia lagi, lo sama dia memang bener-bener ditakdirin ketemu. Tapi kalau enggak, ya berarti pertemuan lo sama dia kemarin Cuma ‘kebetulan ketemu’ doang”
“ide lo agak aneh sih, tapi bakal gue coba nanti malem” jawab Afri sambil melahap potongan kue pemberian Anggis.
*
Manusia bisa berencana, tapi Tuhan juga yang menentukan. Malam ini, mama meminta Afri untuk mengantarnya belanja bulanan ke supermarket. Mama, sebagai orang yang paling dihormati dan ‘ditakuti’ di rumah, tentu tak bisa Afri tolak permintaanya. Itu berarti, rencana menunggu Almira di Gramedia malam ini sepenuhnya gagal.
Afri masih iseng memainkan beberapa buah jeruk Sunkist, sambil menunggu mama memilah-milih buah untuk persediaan di rumah. Sampai ada suara lembut yang memanggil namanya. “Afri…”
Afri spontan menoleh, dan betapa terkejutnya dia saat tahu bahwa yang memanggil namanya tadi ternyata… Almira.
“Al.. Almira.. kok bisa ada disini?” Tanya Afri dengan gugup
“iya, aku lagi nemenin mama belanja” jawab Almira sambil memperlihatkan keranjang belanjaannya
“sama, gue juga” jawab Afri sambil tetap menatap Almira tanpa berkedip. Tiba-tiba Afri teringat sesuatu. “oh, iya. Sebelum gue lupa lagi, boleh minta nomor telepon lo, nggak?” kata- kata itu meluncur secara spontan dari mulut Afri . Dalam hati, Afri menyesali kata-katanya tadi. Rasanya kurang sopan saat seseorang langsung meminta nomor telepon tanpa basa-basi kepada orang yang baru dikenalnya
Tapi respon Almira justru diluar perkiraan. Almira malah tertawa lembut, tawa yang membahagiakan. “oh.. boleh, boleh. Kirain ada yang serius, ternyata Cuma minta nomor telepon aja”
Afri tersenyum sambil menahan rasa malunya. Dia lalu segera mencatat nomor yang diberikan Almira. Tak lama, Almira pamit duluan karena harus menyusul mamanya. walaupun hanya bertemu sebentar, hari ini ada kemajuan. Afri makin yakin kalau pertemuannya dengan Almira bukan sekedar ‘kebetulan ketemu’. Kalau sekedar kebetulan, mana mungkin diantara kota seluas Bandung ini, Afri dan Almira bisa bertemu di satu tempat yang sama untuk kedua kalinya. Ini pasti jodoh..
*
Bandung, 19 mei 2013
Dia..
Seperti apa yang selalu kunantikan, ku impikan..
Dia..
Melihatku apa adanya, seakan ku sempurna..
(Maliq & D’Essentials - Dia )

Hari – hari berikutnya setelah pertemuan Afri dan Almira di super market, berjalan sesuai impian Afri. Almira menjawab setiap SMS yang Afri kirimkan, bahkan tak jarang keduanya saling berteleponan. Mengobrol tentang banyak hal, mulai tentang perkuliahan, tempat makan yang paling enak di Bandung, sampai hal-hal kecil seperti acara TV yang sekarang sedang jadi trend di TV. Tak jarang mereka juga membahas tentang kasus hukum yang biasa ditayangkan di acara berita di TV, karena mereka berdua memang kuliah di jurusan hukum.
Tapi komunikasi dengan perantara rasanya kurang cukup. Hari ini, Afri memberanikan diri untuk mengajak Almira ke sebuah café langganannya yang terletak di daerah Dago.  Almira menerima ajakan Afri tersebut. Rencananya jam tujuh malam ini, mereka akan datang ke café .
Afri dan Almira duduk berhadapan diantara segelas mocha float untuk Almira dan secangkir hot cappuccino untuk Afri. Mereka berdua sudah banyak berbagi cerita yang kebanyakan tentang pengalaman pribadi masing-masing. Mengobrol bersama Almira selalu jadi saat yang menyenangkan untuk Afri. Almira selalu memperlihatkan sisi sempurnanya. Dia cerdas, wawasannya luas, kritis, tapi tetap memperlihatkan sisi perempuannya yang lembut, ceria, dan sesekali diiringi tawa. Almira, sudah melengkapi semua yang Afri inginkan dari seorang perempuan
“Mir, lo percaya gak, sama love at first sight?” Afri tiba-tiba ingin menyanyakan hal itu pada Almira.
“cinta pada pandangan pertama? Mungkin aja sih” jawab Almira sambil memainkan sedotan di gelas mocha floatnya
“kenapa?”
“soalnya cinta gak harus punya alasan. Cinta bisa dateng kapan aja. Bahkan walaupun cuma lewat pandangan” jawab Almira. Sedangkan Afri menatap dalam-dalam mata Almira yang sedang berbicara.
“lo pernah ngerasain?” Afri makin menatap mata Almira dalam-dalam
Almira tertawa kecil. “Afri..Afri.. kayaknya semua orang pernah ngerasain yang kayak gitu deh. Masa kamu gak pernah?”
“pernah.. pernah kok.. dan sekarang kayaknya lagi terjadi”
*
Bandung, 20  mei 2013
Ku tergila-gila kepadamu..
Ku tlah jatuh hati lebih jauh..
Itu yang ku mau..
Untuk lebih dalam..
( TwentyFirst Night – Tergila)

From: Almira <082114558503>
Ngobrol- ngobrol kemarin masih kurang, nih.
 Ke car free day, yuk? Kita ngobrol-ngobrol
lagi. Aku tunggu jam 6 ya disana 

Begitu potongan SMS dari Almira untuk Afri. Afri yang baru saja bangun tidur tentu langsung kegirangan saat membaca SMS itu. Setelah membalas SMS itu dengan kalimat singkat ‘ok, aku pasti bisa. Tunggu ya'  Afri segera ke kamar mandi untuk mandi pagi dan bersiap-siap. Ini adalah rekor pertama kalinya Afri mau mandi pagi di hari minggu, sebelumnya Afri hampir tak pernah mau mandi pagi di hari minggu. Afri juga rela untuk absen dari kegiatan menonton Doraemon, kartun favoritnya di minggu pagi demi bisa pergi ke arena car free day dengan Almira. Sekarang, dalam hidup Afri semuanya selalu demi Almira.

Afri menuntun sepedanya melintasi jalanan yang ramai dengan orang-orang yang berolahraga dengan bersepeda atau sekedar jogging. Almira ikut berjalan di sebelahnya sambil terus bercerita tentang film favoritnya. Memperhatikan wajah Almira dengan rambut panjangnya yang tertiup dinginnya udara pagi, Afri sepenuhnya menyadari bahwa dia benar- benar jatuh cinta pada gadis disebelahnya ini.
“Mir, makasih banyak ya” kata Afri sambil tersenyum ke arah Almira
Almira keheranan. “makasih? Buat apa?”
“buat semua yang udah kita lewatin selama hampir seminggu ini. Kita jalan bareng, telepon-teleponan, ngobrolin apapun yang kita suka, dan semua hal yang gue lewatin sama lo itu selalu menyenangkan dan berarti buat gue. Makasih ya..”
“aku juga mau bilang makasih sama kamu. Aku selalu nyaman setiap ngobrol sama kamu, padahal sebelumnya aku jarang bisa punya temen yang bisa diajak ngobrol senyambung ini. Makasih ya, Fri” Almira membalas senyuman Afri. Afri cuma bisa mengangguk sambil tersenyum tipis.
*
“gue mau nembak Almira, Gis. Gak ada alesan lagi buat gue gak suka sama dia. Gue nyaman sama dia, dia tipe gue banget, dan kayaknya dia juga ngerespon semua perhatian yang gue kasih. Gue yakin dia juga suka sama gue” kata Afri, bersemangat. Sore ini, dia dan Anggis sedang duduk di teras rumah Anggis. Mengerjakan paper sambil ngobrol-ngobrol santai
“lo kan baru kenal sama Almira, Fri. Lo belum terlalu kenal sama dia. Kok udah bisa segitu yakinnya sih?”
“dari tatapan matanya, gue udah yakin kalau gue dan dia memang ditakdirin bersama. Gue belum pernah senyaman ini sama cewek yang baru gue kenal. Gue bener-bener jatuh sama dia”
Anggis menggeleng-gelengkan kepala. “bahasa lo drama banget, sih. Lo jadi alay gini semenjak jatuh cinta sama Almira” Anggis lalu melanjutkan kata-katanya “sekarang terserah lo aja sih, gue percaya lo bisa nentuin yang terbaik buat diri lo sendiri. Kalau menurut lo nembak Almira itu yang terbaik, gue dukung lo. Good luck ya”
“thanks ya, Gis. Lo memang yang paling ngertiin gue” Afri mengacak-ngacak rambut Anggis.
“makasih sih, makasih. Tapi gak usah ngacak rambut gue juga. Jadi berantakan tau, gak!!” Angis mendengus kesal sambil merapikan rambut dengan jari-jarinya. Afri Cuma cengengesan.
*

Bandung, 28 Mei 2013
Namun tiba-tiba kau ada yang punya..
Hati ini terluka..
Sungguh ku kecewa..
Ingin ku berkata..
   ( Hivi! – orang ke 3)

Almira sekarang sedang tergila-gila dengan sebuah novel berjudul beautiful dream. Afri  tahu informasi itu dari ‘kicauan’ Almira di Twitter. Karena itu, sebelum ‘hari penembakan’ besok, Afri berencana membelikan buku itu untuk Almira. Hitung-hitung sebagai hadiah kecil untuk Almira di hari bersejarah besok

Afri melangkah menyusuri Gramedia. Sampai di salah satu rak, dia menemukan novel incarannya tinggal tersisa satu. Afri segera mengambil buku itu. Dan kejadian 20 hari yang lalu terulang kembali. Tangan Afri kembali berebut dengan tangan lain yang menginginkan buku yang sama.
“Almira?” Afri terkejut, tangan itu ternyata tangan Almira
“Afri? Mau beli buku ini juga?” Almira menunjuk novel dengan cover warna pastel dengan ornament bunga yang cantik itu
“tadinya iya sih, tapi sekarang gak jadi” lagi-lagi Afri mengucapkan kata-kata yang bodoh karena gugup.
Almira keheranan. “kok gitu?”
“ gak papa kok. Tadi cuma iseng-iseng aja liat buku itu” Afri menjawab asal. “ ngomong-ngomong, kesini sama siapa?”
Sebelum Almira menjawab. Seorang laki-laki datang menghampiri Almira. Laki-laki yang tampan, tinggi, berkawat gigi, berpenampilan rapi dengan kemeja denim dan sneakers nike biru dongker. Kalau dilihat-lihat, sebenarnya wajah Afri tak kalah tampan dengan lelaki itu.
“udah selesai milih bukunya, sayang?”
Apa ? sayang ?
“Oh, iya. Kenalin, Fri. ini Ilham, pacar aku. Aku tadi kesini sama dia” jawab Almira sambil tersenyum manis, tapi bukan senyum yang membahagiakan Afri. “ sayang, ini Afri. Temen yang sering aku ceritain”
“ Ilham..” kata lelaki yang ternyata pacar Almira itu sambil mengulurkan tangan dan tersenyum ramah.
“ damn.. eh, maksud gue Afri” pikiran Afri sudah mulai tak beraturan. Yang berdiri didepannya dan menjabat tangannya sekarang ini adalah pacarnya Almira. Perempuan yang selama 20 hari terakhir ini selalu jadi pemeran utama dalam mimpi-mimpi indahnya. Sial, kenapa laki-laki ini harus ada di hidup Almira? dan kenapa Almira tak pernah bercerita sedikitpun tentang laki-laki ini?
“oh, iya. Afri,  maaf ya kita harus duluan. Gue sama Almira masih ada acara lain. Gak papa kan?” kata Ilham yang langsung manyadarkan Afri yang sedang larutan dalam ‘lamunan patah hati’ nya
“iya. Gak papa. Gak papa kok” Afri mengagguk pelan. Almira dan Ilham pun meninggalkan Afri menuju meja kasir. Sedangkan Afri masih berdiri memantung, seakan masih tak percaya dengan yang baru saja terjadi. Almira, mengenalkan seseorang yang biasa dia panggil ‘sayang’. Lalu, selama ini Almira Cuma anggap Afri  sebatas teman? Sungguh kenyataan bodoh yang baru Afri sadari sekarang. Almira Cuma menganggap Afri sebagai teman biasa. Teman biasa, tanpa ada kata tambahan.

Bandung, 31 Juli 2013
Just like the clouds..
My eyes will do the same.. 
if you walk away..
Everyday it will rain, rain, rain..
( Bruno Mars – it will rain)

Afri duduk sendiri di dalam coffeeshop di PVJ. Memandangi hujan yang hari ini turun dengan derasnya. Afri sebenarnya benci harus terperangkap di coffeeshop ini karena hujan. Karena keadaan seperti ini akan mengingatkannya pada Almira. Afri dan Almira mulai saling mengenal di tempat yang sama, di PVJ. Dan di saat yang sama, saat hujan deras membasahi Bandung.

“ aku kira pertemuan - pertemuan kita bukan hanya sekedar kebetulan. Pertemuan kita di Gramedia, obrolan kita sambil menunggu hujan reda, pertemuan tak sengaja kita di super market, dan pertemuan-pertemuan lainnya. Aku kira itu semua sudah rencana Tuhan yang ingin melihat kita bersama. Tapi dugaanku salah, kita memang ditakdirkan bertemu, tapi bukan untuk bersama. Kamu ada, tapi bukan untuk kumiliki. Aku kecewa harus menerima kenyataannya, karena rasaku kepadamu sudah terlalu dalam. Tapi aku akan selalu berdoa, semoga kamu selalu mendapat apapun yang mambuat kamu bahagia. apapun, termasuk bahagia bersamanya”
Itu kutipan dari surat yang Afri tulis untuk Almira. Surat yang entah kapan akan berani Afri berikan. Ya, biarlah. Biar Almira tak usah tahu isi surat itu dan isi hati Afri yang sebenarnya. Afri tak mau membebani Almira dengan perasaannya yang tak berbalas. Soal itu, biar Afri saja yang menyimpannya.
Afri melihat ke arah jendela luar. Hujan masih turun dengan derasnya. Selama masih ada hujan, Almira akan selalu muncul dalam ingatannya.  Hati Afri hanya bisa berkata “ Almira, I’m gonna love you. Till the heaven stops the rain”
~Tamat~






Sep 21, 2013

journey on dewata island ( raga yang diolah part. 2)



  karena itulah, setiap pulang sekolah, gue memutuskan untuk gak langsung pulang ke rumah. Gue mampir ke kantor bokap yang letaknya gak jauh dari sekolah. Karena selain rumah gue jauh dari lapangan tempat olahraga, kantor bokap letaknya lebih deket sama lapangan walaupun buat kesana harus tetep naik kendaraan, karena kalau jalan lumayan bikin gempor juga. Which is, gue harus bawa baju ganti dan bekal makan siang karena gue baru bisa pulang ke rumah setelah jam olahraga selesai, sekitar jam 6 sore. Rasanya capek banget kalau setiap hari harus nunggu di kantor bokap, terus sorenya ikut olahraga, dan menjelang maghrib baru pulang ke rumah. Karena itu gue selalu sebel sama hari selasa (pelajaran olahraga kelas gue diadain setiap hari selasa) kalau orang bule sana punya slogan “ I hate Monday” gue juga punya slogan sendiri: “I hate Tuesday”
Gue pernah punya pengalaman menegangkan soal olahraga. Saat itu udah jam 3 sore, sedangkan guru olahraga menyuruh murid-muridnya untuk kumpul di lapangan tepat jam setengah 4. Karena masih setengah jam lagi, bokap gue menyempatkan diri buat keluar kantor sebentar. Handphonenya dia tinggalin di mejanya. Gue fine-fine aja, sampai waktu terus berjalan. 10 menit, 15 menit, 20 menit, bokap gue belum nongol juga. Gue cari keluar, dia gak ada. Gue tanyain ke temen kantornya, semuanya gak ada yang tau. Gue telepon, percuma juga. Kan Handphonenya dia tinggalin di meja. Gue mulai panik.  Sebentar lagi jam setengah 4, bokap gue belum juga dateng. Terus siapa yang nganterin gue kesana? Gue gak mungkin naik motor sendiri, soalnya gue gak bisa naik motor. Gue juga gak mungkin jalan kaki ke lapangan, bisa-bisa gue kehabisan tenaga duluan sebelum olahraga.
Gue bukannya mau jadi murid-sok-rajin yang selalu datang tepat waktu, tapi guru olahraga gue selalu memberlakukan hukuman bagi muridnya yang telat datang. Hukumannya yaitu keliling lapangan 2 kali lipat lebih banyak dari murid lain yang tepat waktu. Gue udah cerita kan segimana luasnya lapangan Renon yang jadi tempat olahraga gue itu? Jadi bayangin deh, gimana nasib kaki-kaki gue jika hukuman itu terjadi. Jam 3 lebih 27 menit, gue udah pasrah. Mau telat, telat aja deh. Di tengah kepasrahan gue itu, samar-samar gue mendengar sebuah lagu yang diputarkan radio kantor. Lagu itu adalah lagu dangdut koplo  yang -mungkin- berjudul “buka dikit joss” yang belakangan ini lagi happening banget di acara sahur sebuah stasiun TV.
“Hey, kenapa kamu kalau nonton dangdut
Sukanya bilang ‘buka dikit joss’”
 Arrgghh.. kenapa di kondisi kayak gini harus diputer lagu itu sih? Asli, jadi pengen goyang (loh?)
Dan mungkin lagu itu menjadi backsound kedatangan bokap gue. Jam 3 lebih 29 menit (gue masih inget banget) saat lagu dangdut itu masih diputar, bokap gue akhirnya datang juga. Melihat jam yang udah nunjuk ke arah setengah 4, gue dan bokap langsung ngibrit ke tempat parkir, ambil motor, dan tancap gas menuju lapangan Renon. Saking ngebutnya, bokap hampir nabrak berbagai “pernak-pernik jalan”, seperti pembatas jalan, pohon-pohon di pinggir jalan, sampai mas-mas bermotor matic yang datang dari arah berlawanan (iniapaansih -__-)
Hal paling absurd yang gue lakuin waktu itu adalah gue (sempet-sempetnya) mundurin jam tangan gue 15 menit lebih lambat. Ini untuk alibi. Kalau guru olahraga mau ngehukum gue, gue tinggal tunjukin jam tangan dan bilang “tapi di jam tangan saya belum jam setengah 4 kok, pak. Mungkin jam tangan bapak yang kelebihan” itu aja sih yang waktu itu ada di otak gue.
Yak, akhirnya gue sampai juga di lapangan Renon. Sampai disana, gue malah bingung. Kok sepi? Mana gerombolan geng biru muda (karena seragam olahraga sekolah gue warna biru muda) ? dan setelah mencari-cari kesana-kemari, gue baru menemukan mereka. Gue menemukan Cuma ada sekitar 7 murid yang ada disana. Ternyata temen-temen gue yang lain belum datang, mereka telat juga. Dan kampretnya, temen-temen yang dateng lebih telat dari gue itu GAK DIHUKUM. Terus apa gunanya gue dan bokap tadi kebut-kebutan kayak di film fast and furious? Kalau endingnya, telat pun gak bakal dihukum kayak gini. Tapi akhirnya gue menyadari kalau tujuan guru olahraga gue ‘menakut-nakuti’ muridnya dengan hukuman itu adalah supaya muridnya bisa berlatih disiplin. Tapi setelah hari itu, gue gak pernah telat ikut pelajaran olahraga meskipun gue tau gak bakalan dihukum. Ini demi memupuk sikap disiplin dalam diri gue. Guru olahraga bener, kita harus jadi orang yang disiplin. Hidup olahraga!!
Note: gue tetep benci pelajaran olahraga
salam olahraga,
Ayu :)

Journey on dewata island ( raga yang diolah part. 1)

hai, para stalker blog gue. 
mulai hari ini, gue akan nge-post beberapa pengalaman- pengalaman absurd gue selama ada di Bali yang mungkin dibuat dalam beberapa part ( jadi semacam cerita bersambung). cuma cerita sehari-hari sih, tapi semoga bisa menghibur kalian semua. enjoy :)



“orang yang gak bisa olahraga, biasanya pinter dalam bidang akademis”
Gue percaya banget sama quote ‘ngaco’  yang satu ini. Karena pertama, gue ini lumayan pinter di bidang akademik ( u..yeah) . Kedua, untuk alasan apapun, gue benci olahraga, exactly pelajaran olahraga. Gue yang fisiknya lemah banget ini paling males kalau ada pelajaran olahraga di sekolah, apapun bentuknya. Satu-satunya materi olahraga yang menyumbang nilai 9 di buku nilai gue adalah ‘senam aerobik’ . gue juga gak ngerti kenapa guru SMP gue itu bisa terlalu baik atau mungkin khilaf sampai ngasih nilai 9 ke tim senam gue yang gerakannya sama sekali gak ada powernya saat ber ‘aerobik’ ria.
Pas SMA, gue mulai mengenal sistem baru dalam jam pelajaran olahraga yang sebelumnya belum pernah gue dapet di pelajaran olahraga SD dan SMP, yaitu sistem olahraga terpisah. Jadi jam pelajaran olahraga dipisah dengan jam pelajaran inti di sekolah. Misalnya kalau jam sekolah dimulai dari pukul 08:30 - 13:30, maka jam pelajaran olahraga bakal berlangsung pada sore hari, dari jam 15:30 - 17:30. Ini tentu aja jadi mimpi buruk buat murid seperti  gue (males olahraga) . Pertama, ini akan menambah rasa malas dalam mengikuti  pelajaran olahraga. Olahraga pagi-pagi di sekolah aja rasanya udah malas banget, apalagi ini dilakukan sore hari dan diselingi dengan pulang dulu ke rumah. Peluang untuk bolos dari jam pelajaran olahraga menjadi semakin besar. Kedua, olahraga ini berlangsung bukan di lapangan sekolah, tapi terletak  di lapangan Renon. Yaitu, sebuah lapangan (semacam alun-alun) yang  saking luasnya  bisa memuat beberapa lapangan bola, lapangan basket, lapangan voli, dan satu monumen yang cukup terkenal. Rumah gue dari lapangan tersebut cukup jauh, dan untuk kesana gak ada kendaraan umum. Harus pakai kendaraan pribadi, seperti motor. Gue gak bisa naik motor, sedangan bokap dan abang gue biasanya belum pulang kalau pas jamnya gue olahraga.
So, berdasarkan alasan-alasan tadi, gue jadi jarang ikut pelajaran olahraga. Paling ikutan pelajaran olahraga kalau lagi mood aja. Ini tentu aja berdampak besar sama nilai olahraga gue di raport. Nilai gue pas-pasan walaupun sebelum raport-an gue sempat ngerjain setumpuk paper buat mengganti  nilai absen gue. Guru olahraga gue ini nampaknya lebih menghargai orang yang setiap minggu selalu hadir ikut olahraga walaupun gak terlalu bisa olahraga daripada orang-orang yang tiap minggu kerjaannya Cuma ngumpulin paper kayak gue ini.
Guru olahraga gue akhirnya memberikan kebijakan baru dalam mata pelajaran yang ia ajarkan. Peraturannya adalah absen gak bisa lagi digantikan dengan paper, tapi harus hadir langsung ke lapangan. Dan kalau gak pernah ikut pelajaran olahraga tapi tetep mau dapet nilai rapot yang bagus, syaratnya adalah harus melakukan roll dan back roll ( jungkir balik) di lapangan rumput depan sekolah dengan pakaian seragam putih abu-abu lengkap. Ini sangat memalukan mengingat sekolah gue adalah kawasan yang sangat ramai. Kita akan menjadi tontonan semua orang yang lewat dengan cap ‘murid yang dihukum’
Gue tentunya gak mau melakukan roll dan back roll di lapangan rumput seperti itu. Selain karena gue gak terlalu mahir ber- roll back roll ria, lo bisa bayangin kan gimana jadinya kalau harus melakukan roll dan back roll pakai rok di depan umum? Karena itulah gue niatkan diri untuk selalu ikut pelajaran olahraga, apapun rintangannya.
to be continue..

Sep 14, 2013

cerpen: engagement



Engagement

Oleh: Ayu Indira Dewayani

(cerpen ini bakal jelasin kalau cinta memang gak bisa dipaksain. serius,memang gak bisa dipaksain :) happy reading!! )
 
Liburan….!!! Hal yang menurut gue paling menyenangkan. Selain karena gue bisa terbebas sejenak dari tugas kuliah yang bikin stress, selama 3 minggu masa liburan gue ini, gue juga bisa balik ke kampung halaman gue tercinta..Jakarta!! bisa balik ke istana kecil gue lagi, ketemu mama sama papa, makan masakan mama tiap hari, dan pastinya bisa ngabisin waktu sekaligus kangen-kangenan sama sahabat gue,Febrian. Gue biasa panggil dia Febri
Gue sama Febri udah temenan sejak TK. Hampir semua hal penting dalam hidup gue, gue lewatin bareng Febri. Mungkin karakter gue yang tomboy ini juga karena gue kebanyakan main sama Febri. Sejak TK sampai SMA gue dan Febri selalu satu sekolah, tapi sejak 2 tahun yang lalu gue harus pisah sama Febri karena gue mau lanjutin kuliah di Bandung. Jakarta - Bandung deket sih, tapi kan gue dan Febri gak bisa sering ketemu karena sibuk kuliah masing – masing.
Hari ini, saat gue telepon Febri dan bilang kalau gue udah di Jakarta, dia langsung semangat banget. Di telepon dia bilang kalau 15 menit lagi dia bakal datang ke rumah gue. Gue juga udah gak sabar nunggu dia. Kangen banget main PS bareng, nonton film bareng, makan bareng, bego-begoan, ngelawak garing, curhat-curhatan. Ah..gue kangen banget sama lo,Feb!!
“Filli, lo kok jadi cakep sekarang?” kata Febri dengan muka takjub saat gue membukakan pintu buat dia yang baru datang
“alah, apaan sih,lo? Jayus” jawab gue sambil tertawa walaupun sebenernya jantung gue berdetak gak karuan karena dipuji Febri.
“nggak kok,serius. Lo beneran cantik sekarang” jawab Febri sambil tersenyum tulus memamerkan deretan gigi yang rapi dengan kawat giginya. Gue yang sekarang memang beda dari gue semasa SMA.sekarang gue agak feminine dan lebih ngerti dandan, gak kayak zaman SMA dimana gue masih malas mandi dan gak tau apa itu dandan. Febri yang sekarang juga beda dari Febri yang dulu. Dia bukan cowok cute yang agak geek lagi. Dia jadi ganteng banget sekarang. Potongan rambutnya keren, wajahnya fresh dan bersih, fashion style nya juga oke. Ya,itu membuat gue  percaya sama ceritanya, kalau sekarang dia jadi cowok idola di kampusnya.
Gue ngajak Febri masuk ke dalam rumah. Kita lalu langsung ngelakuin semua hal yang dulu kita sering lakuin waktu kecil. Main monopoli, main PS, nonton film Monster Inc. ,sampai main sepeda bareng. Rasanya kayak anak kecil banget sih, tapi gak papa deh. Sekalian flashback. Kita kan udah lama gak ngabisin waktu bareng kayak gini.
“pokoknya besok, lo wajib main ke rumah gue. Nyokap gue udah nungguin lo banget. Gak sabar pengen ketemu sama lo. gue juga masih penasaran, pengen banget ngalahin lo di PS” kata Febri sambil berjalan keluar rumah gue.
“siap boss!!” jawab gue sambil meletakkan tangan di depan kepala, seperti sikap hormat. “siap-siap aja besok gue kalahin lagi” jawab gue, sombong
“huu..liat aja nanti” Febri mengacak-acak rambut gue.
“ya udah, gue pulang ya. Sampai ketemu besok” kata Febri lagi sebelum masuk ke dalam mobilnya.
“ oke” gue tersenyum. Mobil hitam milik Febri kemudian melaju menjauhi rumah gue. Gue menggumam pelan sambil tersenyum. ‘ternyata rasa itu masih ada’
*
Tepat jam 2 siang, Febri ngejemput gue di rumah. Kali ini gue udah dandan agak cantik dari biasanya. Meskipun tujuan gue kerumahnya Febri Cuma buat main-main santai, kali ini gue mau tampil beda dihadapan Febri dan keluarganya.
Sepanjang perjalanan gue deg-degan setengah mati. Bukan, bukan deg-degan karena mau ketemu orang tuanya Febri, gue malah udah akrab banget sama keluarganya. Gue deg-degan karena sekarang gue lagi duduk disebelah Febri yang lagi serius menyetir. Ada didekatnya sambil melihat wajahnya dari samping aja udah bikin gue deg-degan kayak gini. Kayaknya bener, rasa sayang gue yang melebihi seorang sahabat ke Febri masih ada sampai sekarang.
Akhirnya sampai juga gue dirumah Febri. Rumahnya masih seperti dulu, teduh dan nyaman. Tante Ranti, mamanya Febri yang membukakan pintu, menyambut gue dengan ramah dan langsung mengajak gue segera masuk.
Tapi, didalam rumah gue bertemu dengan seorang cewek. Wajahnya cantik, badannya langsing, rambutnya lurus sebahu, senyumnya manis dan suaranya lembut. Dia agak asing buat gue. Gue belum pernah liat dia sebelumnya.
“oh,iya. Kenalin,Fil. Ini Kinta” kata Febri mengenalkan cewek itu. “Kin, ini Filli”
Gue menerawang. Kinta? Oh,iya gue inget. Kinta itu temen kuliahnya Febri yang pernah Febri ceritain beberapa bulan yang lalu lewat telepon. Terus,ngapain dia disini ya?
“oh,Filli. Kenalin, aku Kinta. Seneng bisa ketemu kamu. Febri udah banyak cerita tentang kamu” kata Kinta membuyarkan lamunan gue.
Gue segera membalas jabatan tangannnya sambil berkata. “oh,iya. Gue Filli. Febri juga udah pernah cerita tentang lo kok”
Ada yang beda saat gue main ke rumah Febri kali ini. Tante Ranti sekarang lebih akrab ngobrol sama Kinta. Padahal biasanya Cuma gue, temen ceweknya Febri yang bisa ngobrol sedeket dan seakrab itu sama tante Ranti. Bahkan mantan-mantannya Febri pun gak ada yang bisa deket sama tante Ranti. Sebenernya siapa sih Kinta itu? Kenapa dia bisa deket banget sama tante Ranti?
“Feb?”
“heh..” jawab Febri asal sambil terus berkutat dengan stick PSnya
“ Kinta kok bisa akrab banget sama nyokap lo?”
“hobi mereka kan sama. Sukanya masak, berkebun, ke salon, baca majalah. Ya wajar aja nyokap gue betah lama-lama ngobrol sama dia”
“ lo jadian sama Kinta?”
“nggak”
“terus kenapa dia bisa ada di rumah lo? kenapa juga dia bisa akrab gitu sama nyokap lo?” gue makin penasaran bertanya
“lo kepo banget,sih? Udah lah, lanjutin aja nih main PS. Gak penting banget ngurusin kenapa nyokap gue bisa akrab sama Kinta” jawab Febri sambil memberikan stick PS.
Gue jadi makin penasaran, siapa sih Kinta sebenarnya?
Malam harinya dirumah, gue masih gak bisa tidur tenang. Ada sedikit rasa takut dalam hati gue kalau-kalau sekarang Kinta udah mulai menggeser posisi gue. Ada sedikit rasa cemburu juga, gue takut Febri dan Kinta memang ada hubungan khusus. Hah, gini nih susahnya cinta diam-diam. Bisanya Cuma bertanya-tanya tanpa berani bertindak. Gue Cuma bisa berdoa semoga masih ada kesempatan buat gue dapetin hatinya Febri
*
Kecurigaan gue sama Febri dan Kinta makin bertambah saat gue sadar kalau ternyata Kinta tahu segalanya tentang Febri. Mulai dari makanan kesukaannya, tempat nongkrong favoritnya, sampai kebiasaan Febri yang gak bisa tidur tanpa bantal dekil kesayangannya, kebiasaan yang sebelumnya Cuma gue yang tahu.
Kinta juga selalu lebih  dulu tahu apa yang mau Febri lakuin, dan Febri gak pernah lupa ngasih tahu Kinta tiap mau pergi kemana-mana. Contohnya kayak sekarang ini. Hari ini gue dateng ke rumah Febri, karena gue ada janji sama dia buat ke toko buku bareng. Dan seperti biasa, ada Kinta di rumah Febri
“eh, ada Kinta. Sorry ya,Kin. Lo udah kesini, tapi gue malah ngajak Febri pergi” kata gue ngerasa nggak enak
“gak papa kok, Fil. Febri juga udah bilang kok sama aku, kalau dia udah ada janji sama kamu. Kalian mau ke toko buku,kan?”
“tunggu..tunggu.. kok  Febri selalu ngasih tahu lo kemana pun dia mau pergi, sih? Emangnya lo ada hubungan apa sama dia?” gue mulai kepo
“iya.. Febri kan..” belum sempat Kinta menyelsaikan kata-katanya, Febri tiba-tiba muncul dan menghampiri mereka.
“yah, ini cewek-cewek malah pada ngerumpi disini. Ayo, Fil. Katanya kita mau ke toko buku. Yuk,berangkat!!”
“enak aja lo!! kita gak ngerumpi” jawab gue, sewot. “ya udah yuk, berangkat.” Gue bangkit dari sofa sambil menggantungkan tas di sebelah pundak
“Kin, aku pergi dulu ya” kata Febri sambil tersenyum. Nah,mulai lagi,kan?
“iya, hati-hati ya” jawab Kinta sambil membalas senyuman Febri.
Febri mengangguk lalu berjalan ke arah luar, gue mengikuti. Dalam hati, gue makin meyakini kalau antara Febri dan kinta memang ada hubungan special. Mungkin Febri belum mau cerita kalau dia udah jadian sama Kinta, karena gak enak sama gue yang masih jomblo. Hah.. gue mulai patah hati
*
“Feb, udah cukup ya. Sekarang waktunya lo jujur sama gue” Tanya gue dengan mimik yang serius. Gue udah gak bisa nahan lagi rasa penasaran gue buat tahu ada hubungan apa antara Febri sama Kinta. Siang ini gue sama Febri lagi duduk berdua di salah satu coffeeshop favorit kita
Febri malah tertawa kecil. “apaan sih lo? kata-kata lo kayak di sinetron banget. Emangnya gue harus jujur apaan?”
“tentang lo sama Kinta? Lo ada hubungan apa sama dia? Jangan ngomong gak ada apa-apa lagi, karena kalau gak ada apa-apa gak mungkin lo sedeket itu sama Kinta” jawab gue penuh emosi. Dengan dialog gue ini, orang-orang yang nggak ngerti pasti ngira gue dan Febri ini pasangan yang lagi berantem.
Febri menghela nafas. “sebenernya gue gak mau ngomongin ini nanti. tapi karena lo maksa, gue bakal bilang sekarang”
Jantung gue langsung berdetak hiperaktif. Banyak banget kemungkinan buruk yang mungkin diucapin Febri nanti. Gue mulai menebak-nebak. “lo udah jadian sama Kinta?”
“nggak, gue gak jadian sama Kinta” jawab Febri pelan. Hah..gue mulai bisa bernafas lega. “tapi Kinta itu calon tunangan gue, sekaligus calon istri gue”
“oh..” jawab gue santai, sedetik kemudian gue sadar sama ucapan Febri tadi. “haah..!! calon tunagan? Calon istri?” kata gue histeris.
“iya, jadi keluarga gue sama keluarganya Kinta udah lama temenan. Mereka udah lama ngerencanain perjodohan gue sama Kinta. Kebetulan, gue sama Kinta juga satu kampus, jadi pas dijodohin kita udah gak terlalu kaget karena udah saling kenal”
Febri terus melanjutkan penjelasannya. Sedangkan gue Cuma bisa diam memantung. Rasanya “jleb” banget saat harus terima kenyataan kalau sekarang Febri udah jadi calon suami orang lain.
“gue gak mau ngasih tahu ini sama lo karena gue gak mau liburan lo ke ganggu. Lo kan kesini buat seneng-seneng, masa gue harus ngebebanin lo dengan bilang ‘sebentar lagi gue bakal tunangan,dan gak lama lagi bakal jadi suami orang’ kayaknya gak asyik banget,kalau kita yang biasanya ngomongin games dan film kartun sekarang ngomongin masalah pertunangan dan pernikahan. Jadi niatnya gue mau ngasih tahu lo pas undangannya udah nyampe. Itung-itung surprise lah, biar lo nggak ikut direpotin”
Surprise? Iya, gue bener-bener kaget bahkan “shock”,Feb..
“tapi sebenernya nyokap gue udah ngedesak gue buat bilang ini sama lo. Soalnya dia pengen banget lo bisa dateng dan bantu-bantu acara pertunangan gue nanti"
“kapan?”
“minggu depan. Lo masih di Jakarta kan?” Tanya Febri. Gue mengangguk pelan. Kretekk..hati gue hancur banget sekarang
“ttt..terus..lo, lo kapan mau nik..kah?” gue memberanikan diri bertanya walaupun saking patah hatinya gue, ngomong ‘kapan mau nikah’ aja gue nggak becus
“rencananya sih abis gue lulus kuliah, gue langsung ditempatin kerja di kantor bokap, terus nikah deh. Ya, sekitar tahun depan lah” jawab Febri. “muka lo kok sedih gitu? tenang aja,Fil. Selama gue belum nikah sama Kinta, Kita tetep bisa main dan hangout bareng kayak gini. Tapi kalau udah nikah,ya gue harus sedikit ngurangin jalan bareng sama lo. udah lah, gak usah sesedih itu. Lo gak bakal kehilangan temen sekeren gue ini kok” kata Febri pede
‘Gue bukan takut gak bisa jalan bareng sama lo lagi, bego!! Gue sedih lo tunangan sama Kinta karena gue cinta sama lo!!’ gumam gue dalam hati.
“oh,iya. Gue harus cabut duluan nih. Hari ini gue sama Kinta disuruh nyebar undangan sekalian fitting baju. Hah, gue sibuk banget sekarang” kata Febri sambil beranjak dari kursinya. “oh,iya. Lo bisa pulang sendiri kan? Jangan bilang kalau sekarang lo udah lupa jalan di Jakarta?”
“enak aja lo, memangnya gue pikun? Gue bisa lah pulang sendiri. Lo tenang aja” jawab gue dengan tertawa yang dipaksakan.
“ok, gue jalan dulu ya” kata Febri sebelum dia pergi meninggalkan coffeeshop. Gue pun segera pergi keluar coffeeshop untuk mencari taxi dan segera pulang ke rumah.
Sampai di rumah, gue langsung berlari ke kamar tanpa menjawab sapaan nyokap. Rasanya gue udah nggak mood ngapa-ngapain. Sampai di kamar, gue langsung membenamkan diri di kasur dan nangis sekenceng-kencengnya.
*
“iya, tante. Nanti aku usahain dateng ya”
“ok, sampai nanti tante” jawab gue sambil mengakhiri sambungan telepon. Itu tadi telepon dari tante Ranti, mamanya Febri yang bilang kalau dia pengen banget nanti siang gue dateng kerumahnya buat bantuin nyiapin pertunangannya Febri. Aduh, tante Ranti pasti gak tahu kalau sampai sekarang mata gue masih bengkak karena nangisin rencana pertunangan anaknya. Gimana gue bisa kuat buat ikut bantu nyiapin pertunangannya? Dateng ke rumahnya aja belum tentu kuat
Kehancuran hati gue diperparah saat nyokap gue ngasih tahu kalau dia baru aja dapat undangan dari keluarganya Febri. Ada nama “Febrian & Kintara” di sampul depan undangan warna nude itu. Kenapa? Kenapa tulisannya gak “Febrian & Filli” aja? Gue bener-bener patah hati.
Dengan berat hati, gue akhirnya datang ke rumah Febri. Disana tante Ranti langsung ngajak gue nyobain masakan catering yang bakal dihidangin di acara pertunangan. Sementara Kinta dan seorang ibu yang kayaknya mamanya Kinta lagi sibuk milih konsep dekorasi ruangan, Febri juga ikut bantuin. Melihat mereka duduk berdampingan gitu, gue baru sadar kalau mereka ternyata cocok banget
“Fil, tante seneng banget sekarang. Anak tante satu-satunya bentar lagi mau tunangan, terus nikah. Walaupun sebenernya tante juga ngerasa sedikit kehilangan, tapi tante bahagia banget Febri bisa tunangan sama sama Kinta” kata tante Ranti sambil menerawang dan sesekali tersenyum. Sementara gue masih memandangi Febri dan Kinta dari jauh. Rasa cemburu menusuk hati gue dalam-dalam. Akhirnya yang gue takutin selama ini terjadi juga,Feb. Lo mau tunangan,dan yang terparah bukan sama gue.
*
“sendirian aja” sapa Febri saat melihat Kinta duduk sendirian di teras rumah. Febri lalu duduk di kursi sebelahnya.
“iya, lagi pengen sendiri aja. Ngebayangin acara pertunangan nanti” jawab Kinta sambil tersenyum tipis.
“ga usah terlalu dipikirin lah. Ini baru tunangan, nikahannya bakal lebih tegang dari ini. Santai aja, gak usah tegang” jawab Febri
“Feb,apa kamu pernah nyesel karena udah nerima perjodohan kita?” Tanya Kinta sambil menatap mata Febri.
“ nggak”
“kenapa?”
“kamu kok nanya kayak gitu? aku gak pernah sekalipun nyesel nerima perjodohan kita. Atau jangan-jangan kamu yang nyesel karena udah nerima perjodohan kita?”
“ nggak gitu juga. Aku tahu kamu itu cowok yang populer banget di kampus, banyak yang suka sama kamu. Terus kenapa kamu segitu gampangnya nerima perjodohan kayak gini?”
“Kin, sebenernya udah lama aku suka sama kamu. Tepatnya sejak kita pertama kali masuk kuliah. Makanya aku seneng banget kalau ternyata Kinta yang mau dijodohin sama aku itu kamu. Aku gak pernah nyesel, aku sayang sama kamu” jawab Febri sambil menatap mata Kinta dalam-dalam dan menggenggam tangannya.
“aku juga sayang sama kamu,Feb”
*
Febri dan Kinta duduk berhadapan di sebuah meja di café. “jadi mau ngomongin apa? Kok tumben banget harus ketemuan di café kayak gini? Biasanya juga lewat telepon” kata Febri
“Filli udah lama suka sama kamu,Feb. dia cinta sama kamu” kata Kinta, lirih
“gak mungkin lah,Kin. Aku sama Filli udah temenan lama. Gak mungkin Filli cinta sama aku” jawab Febri sambil tertawa kecil
“aku bisa liat dari matanya Filli,Feb. aku bisa ngerasain kalau Filli itu cinta sama kamu” kata Kinta sekali lagi meyakinkan. “aku juga nemuin diary ini. Ini punya Filli yang mungkin dulu ketinggalan di rumah kamu” lanjut Kinta sambil memberikan sebuah diary berwarna biru langit. Febri ingat, itu diary Filli sewaktu SMA
Febri mulai membaca diary tersebut, dan tercekat saat membaca curhatan hati Filli yang ternyata selama ini mengagumi dan mencintai dirinya. Kenapa Filli bisa menutup rapi semua perasaan hatinya sampai gak ada seorang pun yang tahu?
“kamu bisa bayangin gak sih gimana hancurnya hati Filli pas tahu kalau kamu mau tunangan dan gak lama lagi juga bakal nikah sama aku?” butiran air mata Kinta mulai berlinang. “aku ngerasa bersalah banget”
“aku ke rumah Filli dulu ya” kata Febri cepat sambil berlari ke pintu keluar café
*
Gue mau cepet balik ke Bandung. Kalau disini terus, gue takut makin patah hati. Gue juga mutusin buat gak dateng ke acara pertunangan Febri nanti. Menjauh dari dia bakal lebih baik buat gue. Hari ini gue udah beres-beresin koper dan siap- siap ke Bandung lagi
“ting..tong..” terdengar suara bel, pertanda ada tamu diluar. Berhubung di rumah gak ada siapa-siapa,dengan sangat terpaksa gue yang harus ngebuka pintu.
Saat gue membuka pintu,Febri udah berdiri tegak tepat di depan gue. “Febri? Lo ngapain ke rumah gue? Lo harusnya ngurusin pertunangan lo. waktunya kan tinggal 4 hari lagi”
“gue udah tahu semuanya,Fil. Gue udah tahu kalau selama ini lo sayang sama gue lebih dari seorang sahabat. Lo cinta kan, sama gue?” kata Febri tanpa menjawab pertanyaan gue. Gue tercekat, darimana Febri tahu tentang perasaan gue?
“jadi kenapa selama ini lo diem dan nutup- nutupin perasaan lo kayak gini? Kenapa lo gak jujur sama gue?” Tanya Febri setelah gue dan dia duduk di sofa ruang tamu rumah gue.
Gak kerasa butiran-butiran air mata mulai mengalir dari mata gue. “gue gak mungkin bilang duluan sama lo, gue gak berani” air mata gue makin mengalir deras. “lo gak akan ngerti rasanya jadi gue. Selama ini gue Cuma bisa diem dan nyimpen perasaan ini. Lo sebagai cowok harusnya dari dulu peka. Asal lo tahu,selama ini gue sakit banget liat lo sama Kinta. Gue gak rela!!”
“sorry, Fil. Selama ini gue gak peka sama perasaan lo. apa yang harus gue lakuin sekarang?”
“sekarang? Mendingan lo pergi dari rumah gue. Lanjutin hidup lo sama Kinta. Gue juga mau balik ke Bandung. Dan tolong banget, gue minta sama lo. jauhin gue!! Gue mau secepatnya lupain semua perasaan gue sama lo”
“tapi,Fil..”
“udah,Feb. mendingan sekarang lo cepetan pergi!!” bentak gue tegas walaupun dalam hati gue menangis
*
“jadi gitu ceritanya” kata Febri setelah menceritakan semua kejadian saat dia datang ke rumah Filli kemarin. Kinta Cuma bisa terdiam mendengar cerita Febri. “aku gak ngerti harus gimana. Kenapa pas aku mau tunangan, aku baru tahu perasaan Filli yang sebenernya?”
“kamu cinta, sama Filli?” kata Kinta dengan suara yang bergetar. Febri Cuma termenung,gak menjawab.
“kalau gitu kita batalin aja pertunangan kita” lanjut Kinta yang membuat Febri tercekat.
“batalin? Jangan macem-macem!! 3 hari lagi kita tunangan, gak mungkin dibatalin gitu aja. Apa kata orang tua kita nanti?”
“justru karena masih ada waktu buat batalin, mendingan secepatnya kita batalin. Kalau kita tunangan,tapi hati kamu masih ada buat Filli, terus apa artinya tunangan?”
Febri termenung sejenak. “kita ke rumah Filli sekarang” kata Febri sambil menarik tangan Kinta.
*
“ting..tong..” bel berbunyi. Gue cepat-cepat membukakan pintu,dan ternyata udah ada Febri yang berdiri di depan pintu. Reflex,gue segera menutup pintu lagi,tapi memilih tetap berada di balik pintu itu. Bersembunyi untuk tahu apa yang mau Febri bilang
“Fil.buka pintunya.. ada yang mau gue omongin sama lo..Fil..” kata Febri sambil mengetuk-ngetuk pintu. Gue tetap berusaha gak peduli.
“gue tahu lo marah sama gue, lo benci sama gue. Gue minta maaf. Gue gak bisa peka sama perasaan lo selama ini” kata Febri dengan suara yang lantang agar bisa gue denger. “Fil, gue sayang sama lo, gue cinta sama lo. kalau  lo mau, gue bisa..batalin pertunangan gue” lanjut Febri dengan suara yang melemah
Batalin? Febri apa-apaan sih?
Tiba-tiba terdengar suara perempuan,yang sepertinya suara Kinta. “iya, Filli. Aku gak papa kalau pertunangan aku sama Febri harus dibatalin. Aku tahu kamu lebih pantes sama Febri, kamu lebih kenal Febri. Aku Cuma orang baru diantara kalian, aku gak tahu banyak tentang kalian” dari suaranya, gue bisa tahu kalau Kinta ngomong sambil nangis
Gue segera membuka pintu. Febri dan Kinta sekarang berdiri di hadapan gue. Benar dugaan gue, Kinta memang nangis.
“kalian berdua udah gila ya? Seenaknya mau batalin pertunangan gitu aja. Tunangan itu bukan acara main-main” pekik gue kesal mendengar keputusan mereka. Gue memang sayang sama Febri, tapi gue gak setuju kalau Febri batalin pertunangannya yang tinggal 3 hari itu begitu aja.
“Kin, lo kok bego banget sih? Calon tunangan lo sekarang mau ngebatalin pertunangan karena milih cewek lain. Lo kok diem aja? Lo harusnya pertahanin dong!”
“tapi kita gak bisa nerusin pertunangan ini lagi. Febri lebih sayang sama kamu. Dia lebih milih kamu. Kau tahu Febri bakal lebih bahagia kalau sama kamu” lanjut Kinta sambil berlinang air mata. Sedangkan Febri Cuma bisa diam sambil menatap (mantan) calon tunangannya itu. Dari tangisnya Kinta,gue mulai menyadari satu hal. Cinta Kinta buat Febri tulus banget. Dan gue juga sadar, kalau Febri juga cinta banget sama Kinta
“gue sadar sekarang. Kinta lebih sayang sama lo,Feb. dia rela ngorbanin pertunangannya, supaya lo bisa bahagia. Sekarang gue rela kalian tunangan” kata gue ikhlas.
“tapi, Fil..”
“ udah deh,Feb. Gak usah sok-sok cinta sama gue gitu. Gue tahu lo sebenernya lo cinta banget sama Kinta”  kata gue sambil tertawa dan meninju pelan pundak Febri. “lo sebenernya juga gak rela kan kalau acara pertunangan lo dibatalin?” tanya gue dengan senyum jahil.
“makasih ya,Fil. Lo memang bener-bener sahabat gue” ujar Febri sambil memeluk gue.
“gue terus yang lo peluk. Calon istri lo dianggurin aja,tuh. Peluk juga dong” canda gue sambil melirik jahil ke arah Kinta. Kinta Cuma bisa tersipu malu.
Febri tersenyum lalu memeluk dan mencium kening Kinta.
*
Akhirnya hari yang ditunggu-tunggu datang juga. Hari pertunangan Febri sama Kinta. Acaranya berjalan lancar, semua tamu juga datang dan menikmati acara. Febri dan Kinta juga keliatan serasi banget. Oh,iya gue juga sempet nyumbang suara gue buat nyanyi di depan para tamu. Wah,rasanya bangga banget. Berasa artis sehari gitu hihi..
Selesai nyanyi, gue milih buat duduk di salah satu bangku kosong yang tersedia sambil Twitteran. Gak lama,seseorang duduk disamping gue.
“Filli..?”
Mendengar nama gue dipanggil, gue segera menengok ke arah orang tersebut. Dan ternyata dia Karel, senior gue di kampus. Cowok yang belakangan ini deket sama gue karena sering bantuin gue ngerjain tugas kuliah.
“kak Karel? Kok bisa ada disini?” gue keheranan
“loh? Inikan acara tunangannya adik gue,Kinta. Lo sendiri,kok bisa ada disini?” Karel nanya balik. Oh,ternyata Karel itu kakaknya Kinta
“gue temennya Febri,temennya Kinta juga. Gak nyangka ya,kita ketemu lagi disini”
“iya ya. By the way,gue seneng lo ada disini” jawab Karel sambil tersenyum. Dan gak tahu kenapa jantung gue langsung deg-degan begitu liat senyumnya Karel. Apa jangan-jangan gue..ah,udahlah.
“ ciee…dari tadi berduaan mulu. Asyik banget kayaknya” Febri yang sedang menggandeng Kinta mengagetkan gue dan Karel yang lagi asyik ngobrol. Huh dasar,ini anak hobinya gangguin orang mulu
“iya,Feb. Filli ini junior gue di kampus. Gue udah kenal baik sama dia karena sering bantun dia ngerjain tugas kuliah”
“iya, kak Karel ini orangnya baik banget loh, Feb. Dia sering bantuin tugas kuliah gue” tambah gue
“ehm..mulai puji-pujian nih.kayaknya bentar lagi ada yang bakal jadi kakak ipar gue sama Kinta” Febri tersenyum jahil. Gue dan Karel langsung mati gaya.Cuma bisa tersipu malu
Apa mungkin, gue mulai jatuh cinta sama Karel..?? Who knows...
tamat